Saturday, January 31, 2009

Rectoverso


Karya Hibrida Rectoverso
Menyentuh Hati dari Dua Sisi
Dewi “Dee” Lestari melalui karya mutakhirnya, Rectoverso (2008) barangkali hanya menuliskan kisah-kisahnya secara sederhana, namun dalam kesederhanaan itu membuatnya tidak berjarak dengan pembacanya. Kisah dalam “Selamat Ulang Tahun”, misalnya, dapat dinikmati sebagai refleksi dari kisah malam ulang tahun yang kita rayakan. Dia benar-benar terasa dekat dengan kehidupan kita. Setelah membaca kisahnya, pembaca dapat mendengarkan lagunya. Ini adalah terobosan baru seorang penulis genius, Dewi Lestari.
Setelah sukses dengan karya terdahulunya seperti Supernova (2001, 2002, dan 2004), Filosofi Kopi (2006), dan Perahu Kertas (2008), mantan penyanyi grup RSD ini kembali meluncurkan karya terbarunya dalam kemasan dengan terobosan baru, Rectovero (2008). Kumpulan kisah sebanyak 11 judul ini tampil dipadukan dengan 11 lagu yang dikemas dalam format compact disc (CD). Pembaca bisa menyelesaikan satu cerita, kemudian mendengarkan lagunya yang dinyanyikan sendiri oleh penulisnya, Dee; atau bisa juga secara bersamaan: membaca kisahnya dan mendengarkan lagunya. Tentu cara ini cukup memikat.
Ketika mendengar lagu-lagunya, terasa gelombang itu datang seperti ombak yang memeluk erat mata kaki kita, mengajak kita berlepas dari bibir pantai, menuju laut untuk menyelami kedalaman maknanya, dan membuatnya mabuk laut kata-katanya.
Hibrida lagu dan kisahnya telah benar-benar menyatu dalam Rectoverso, dua sisi yang berbeda namun menyatu. Lagu dan kisahnya tidak hanya saling bercermin dalam kedalaman maknanya, tetapi juga saling bercermin bahkan di wajah terluar mereka.
Untuk lebih mendekatkan karya ini dengan pembaca setianya, Dewi “Dee” Lestari mengadakan diskusi dan jumpa penulis yang bertempat di Toko Buku Gramedia Grand Indonesia, Jakarta (Jumat, 30/1). Dalam acara yang terbilang akrab dan bersahaja itu, Dee menjelaskan alasan mengapa dia menulis buku Rectoverso tersebut dengan performance yang cukup fenomenal di awal tahun 2008 ini. Tentu saja, format buku yang dipadukan dengan sejumlah lagu adalah yang pertama kali terjadi di Tanah Air.
Dalam komposisi unik 11:11, membuat pembaca Rectoverso seolah bisa berkomunikasi langsung dengan penulisya, Dewi “Dee” Lestari. Rupanya, dalam karya terbarunya ini Dee ingin menghilangkan pembatas antara dirinya dan pembaca setianya, untuk melebur dengannya: satu-satu bacalah kisahnya dan satu-satu resapilah makna lagunya.
Kisah dalam Rectoverso ini dapat diibaratkan seperti sosok di sekitar kita yang biasa dimunculkan di dalam adegan film. “Ibu”, “Pecinta”, “Pemurung”, “Pekerja”, “Gadis Biasa”, “Orang-orang yang Kehilangan”. Namun pemeran yang menghidupkan sosok-sook itu telah menjelma dalam kisah-kisah yang ditampilkan Dee dalam Rectoverso ini. Dia mengerti perasan ibu yang memiliki cinta luar biasa, kemudian berpindah menjadi seorang pecinta akut di beberapa kisah. Kemudian ia kembali menghayati perasaan gadis biasa yang menolak untuk menjadi luar biasa, dan ini merupakan kisah cerita di sekitar kita.
Kumpulan 11 lagu dan 11 kisah ini sungguh menginspirasi jiwa dan perasaan hati. Kombinasi indah antara literatur dan musik yang merangsang gerak visual. Lirik lagunya membuat hati saya iba, sungguh elok. Mendengar lagunya dan membaca kisah dalam Rectoverso ini membuat kita terasa lebih dekat secara emosional dengan penulisnya, ibu muda nan cantik jelita. (Syafruddin Azhar)

Thursday, January 15, 2009

Mengungkap "Mantra" Bisnis Orang Tionghoa


Judul buku : Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa
Penulis : Liem Yoe Tjwan
Penerbit : Visimedia, Jakarta
Edisi : 1, Desember 2008
Tebal buku : viii + 116 hlm.

Sering kali kita mendengar ungkapan remeh-temeh seperti ini, “Orang Tionghoa memiliki pemikiran bahwa uang satu juta tidak bisa disebut satu juta tanpa ada uang seratus rupiah. Sangat jarang ditemui orang Tionghoa membuang-buang recehan, seakan-akan tak ada artinya.” Pandangan filosofis seperti ini seolah-olah ingin menegasikan image bahwa orang Tionghoa itu pelit atau kelewat kikir. Bahwa pelit itu pangkal kaya. Benarkah demikian?
Liem Yoe Tjwan, seorang pemuda peranakan yang memiliki kreativitas nalar, semangat, dan penuh dengan inovasi brilian, menulis sebuah buku yang lebih menyerupai “mantra” ketimbang tip-tip manjur untuk meraup kesuksesan dalam berbisnis. Buku yang ditulisnya dalam rangka menyambut tahun baru Imlek 2560 (2009) ini Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa, menyajikan berbagai hal praktis sukses bisnis menurut tradisi dan etos bisnis orang Tionghoa. Termasuk juga prediksi lancar dalam berbisnis di masa krisis ini.
Orang Tionghoa sangat sadar bahwa untuk meraih kesuksesan—dalam segala aspek kehidupan—itu harus ada setidaknya dua hal penting: motivasi dan kemampuan. Dalam realitas kehidupan orang Tionghoa sehari-hari, mereka selalu hidup dalam komunitas yang penuh dengan motivasi yang menyemangati hidup keseharian mereka. Sebab, ketika termotivasi, mereka akan melakukan berbagai macam upaya untuk menambah kemampuan diri sehingga mereka dapat lebih mudah dan cepat meraih kesuksesan hidup. Bahkan, ada pendapat (negatif) dari mereka yang ‘tercengang’ oleh sukses bisnis orang Tionghoa, bahwa dalam upaya meraih kesuksesan bisnis itu, orang Tionghoa acap kali “menghalalkan segala cara”—tanpa mengindahkan etika bisnis, mengabaikan halal-haram (dalam perspektif agama), dan nilai-nilai moral.
Setiap orang setidaknya satu kali dalam hidupnya pernah memimpikan atau menginginkan menjadi sukses (secara finansial). Ada sebagian kecil masyarakat yang tampaknya lebih mudah mendapatkan kesuksesan finansial itu dalam waktu singkat, sedangkan sebagian besar lainnya hanya terus-menerus bekerja keras tanpa mencapai apa yang diinginkannya. Di tanah Air, sebagian kecil itu adalah orang Tionghoa. Mereka tidak semuanya sukses (dalam bisnis) dan hidup kaya raya, tetapi sebagian besar dari mereka itu memiliki prinsip hidup yang mereka jalankan secara disiplin sehingga di kemudian hari membuahkan hasil yang besar.
Prinsip hidup orang Tionghoa yang ditulis Liem Yoe Tjwan (Joko Salim) dalam buku Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa ini hanya sebagian kecil dari prinsip dan sikap hidup yang dapat dilihat dari orang Tionghoa yang mencapai kesuksesan dari nol. Namun jika ditarik ‘benang merah’ etos kerja orang Tionghoa, sebetulnya terdapat “tiga pilar utama” dari sekian banyak prinsip hidup yang membawa mereka menuju kesuksesan secara finansial. Ketiga pilar utama itu adalah kerja keras, hidup hemat, dan putarkan uang yang ada.
Orang Tionghoa memiliki sifat ulet dan kerja keras yang tidak kenal lelah. Ini merupakan prinsip utama yang membawa mereka mencapai kesuksesan. Semua kerja keras yang dilakukan orang Tionghoa itu adalah untuk memperoleh materi (finansial). Mereka sadar betul bahwa uang bukan segala-galanya, tetapi hidup tanpa uang maka segalanya akan menjadi sangat sulit. Inilah yang mendorong mereka untuk melakukan begitu banyak hal untuk mendapatkan uang.
Prinsip hidup hemat—yang cenderung bersikap kikir atau pelit—telah menjadi ciri utama orang Tionghoa. Prinsip hidup hemat yang telah menjadi etos orang Tionghoa itu mengajarkan sikap hidup hemat dan memiliki gaya hidup di bawah kemampuan finansial mereka. Prinsip hidup hemat tersebut biasanya diterjemahkan dalam peribahasa: “jangan sampai lebih besar pengeluaran daripada pemasukan”. Banyak orang memahami prinsip hidup ini, tetapi hanya sedikit yang bisa mengikuti jejak orang Tionghoa. Hal ini disebabkan karena mereka sulit mengekang keinginan mereka. Banyak orang mau hidup hemat, tetapi tidak mau menurunkan gaya hidupnya. Orang Tionghoa sangat disiplin dalam menerapkan prinsip hidup ini, sehingga tidak mengeharankan jika dana cadangan mereka semakin bertambah dari hari ke hari.
Prinsip hidup untuk bekerja keras dan hidup hemat adalah prinsip yang memberikan peluang lebih besar bagi siapa pun untuk memiliki dana cadangan dalam hidupnya. Namun yang sangat penting adalah bahwa dana cadangan tersebut harus dikelola dengan sebaik-baiknya. Orang Tionghoa sangat memahami arti di balik inflasi ekonomi. Mereka, misalnya, sangat memahami bahwa satu juta rupiah yang dimiliki saat ini “hanya bisa” digunakan untuk membeli suatu jenis barang senilai sembilan ratus ribu rupiah pada tahun depan. Orang Tionghoa akan mengelola dana cadangan mereka dengan dua tujuan utama, yakni menyiasati (mengalahkan) inflasi dan mengembangkan dana cadangan, yang dalam ilmu ekonomi disebut “investasi”.
Selain “tiga pilar utama” etos kerja orang Tionghoa tersebut, buku Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa ini juga menyajikan “25 prinsip penunjang” yang acap kali dilakukan oleh orang Tionghoa dalam mencapai tujuan (motivasi) finansialnya. Prinsip hidup penunjang ini hampir selalu diajarkan orang Tionghoa kepada anak-anak mereka. Prinsip penunjang tersebut, di antaranya: prinsip harus bisa, wirausaha, memulai dari yang kecil, harus bisa dipercaya, tidak mudah percaya, tidak mudah membuka diri, pandai berhitung, tampil apa adanya, membina relasi, makan harus dihabiskan, mencari yang terbaik, menahan diri, tidak menyakiti orang lain, menghormati leluhur, dan mengutamakan keluarga.
Buku karya Joko Salim (Liem Yoe Tjwan) ini ditunjang pula dengan analisis data dan prinsip berinvestasi yang ideal di tengah terpaan krisis finansial yang diprediksi akan melanda dunia secara global di tahun 2009 ini. Termasuk juga tip penting prinsip menjadi kaya. Buku setebal 124 halaman ini menyajikan kiat berinvestasi (disertai aplikasi dan kalkulasi modal) emas, investasi mata uang asing, investasi saham, investasi properti, investasi tanah, investasi bangunan gedung, investasi barang produktif, investasi pabrik, investasi pendidikan, dan franchise sebagai bisnis sampingan. Juga menyajikan prediksi bisnis lancar pada masa krisis.
Apa yang disampaikan dalam buku karya Liem Yoe Tjwan ini merupakan intisari dari berbagai prinsip dasar yang lazim dilakukan oleh komunitas orang Tionghoa dalam menjalankan usaha bisnis dan dalam menginvestasikan kelebihan finansial (dana cadangan) yang dimilikinya. Tentu saja, buku Mengikuti Jejak Bisnis Menggiurkan Orang Tionghoa ini bukan “rumus bisnis” yang cespleng untuk meraih kesuksesan secara materi (finansial) dalam waktu singkat.
Namun demikian, pembaca buku ini memiliki “kesempatan” di depan mata untuk juga bisa meraih kesuksesan luar biasa tersebut. Sebab, prinsip hidup dan etos bisnis orang Tionghoa yang telah terbukti sepanjang generasi dan tak lekang di makan zaman ini, disajikan secara detail dan menarik dalam buku yang bisa mengubah prinsip hidup dan etos yang lebih positif.
(Syafruddin Azhar, kolumnis dan pemerhati buku)

Thursday, January 1, 2009

Maryamah Karpov


Hanya Dua Bintang
Judul buku: Maryamah Karpov
Penulis: Andrea Hirata
Penebit: Bentang Pustaka, Yogyakarta
Edisi: I, 2008
Novel anyar karya Andrea Hirata, Maryamah Karpov adalah buku terakhir serial Laskar Pelangi. Diluncurkan di Jakarta pada 28 November 2008 dan beredar sejak 29 November 2008. Novel ini melengkapi tetralogi Laskar Pelangi, mulai dari Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, dan Edensor.
Keberanian dan keteguhan hati telah membawa Ikal pada banyak tmpat dan peristiwa. Sudut-sudut dunia telah dia kunjungi demi menemukan A Ling. Apa pun Ikal lakukan demi perempuan itu. Keberaniannya ditantang ketika tanda-tanda keberadaan A Ling tampak. Dia tetap mencari, meski tanda-tanda itu masih samar. Dapatkah keduanya bertemu kembali?

Saya tidak ingin banyak mengomentari karya mutakhir Andrea Hirata ini, tapi hanya membubuhi ** (dua bintang) buat karya fiksi yang banyak dibicarakan orang ini.