Friday, September 5, 2008

The Name of the Rose


Metafisik Detektif dan Labirin Konflik

Judul buku : The Name of the Rose
Penulis : Umberto Eco
Penerjemah : Nin Bakdi Soemanto
Penerbit : Bentang Pustaka, Yogyakarta
Edisi : I, Maret 2008
Tebal buku : xxx + 624 hlm.

Umberto Eco merilis novel pertamanya yang terkenal, Il nome della rosa pada 1980. Sebuah misteri intelektual yang mengombinasikan semiotika struktural dalam fiksi, analisis Biblical (yang berhubungan dengan Kitab Injil), studi Abad Pertengahan, dan teori sastra. Pada 1983 novel hebat ini diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul: The Name of the Rose. Sebuah karya intelektual yang luar biasa imajinatif dan penuh kreatif. Novel sejenis ini tak banyak ditulis oleh orang hebat. Satu di antara makhluk genius yang langka itu adalah Umberto Eco, yang disebut-sebut memiliki “misteri intelektual”.
Umberto Eco adalah novelis kelahiran Alessandria, Propinsi Piedmont (Italia), pada 5 Januari 1932. Selain dikenal sebagai kritikus sastra dan budaya, ia juga dikenal sebagai ahli Abad Pertengahan (Italian Medievalist) dan seorang filsuf terkemuka. Eco telah mencapai status ikonik dalam studi kebudayaan. Novelnya diwarnai penguasaannya atas semiotika (semiotics) dan dia adalah salah satu tokoh utama bidang ilmu ini.
Obsesi Umberto Eco dalam menekuni pengetahuan yang terpinggirkan tampak dalam limpahan data pada novelnya The Name of the Rose. Cakupan tulisan dalam novel ini sangat luas, mulai dari budaya pop (pop cultur) hingga filsafat; dari People’s Temple hingga Thomas Aquinas, dari Casablanca hingga Roland Barthes. Eco memiliki wawasan dan ide kreatif yang brilian. Membaca Eco seperti mengajari kita tentang pentingnya observasi dan kritisisme karena kedua topik kembar inilah yang mengistimewakan semua umat manusia yang berpikir.
Umberto Eco lewat novelnya The Name of the Rose, bercerita tentang misteri pembunuhan yang diseting di sebuah biara Benediktin Italia akhir Abad Pertengahan. Masa itu dilukiskan penuh konflik yang melatari novel ini. Banyak tokoh berperan dalam konflik yang beragam. Alurnya disajikan secara detail dan terperinci, sehingga tampak rumit dan berat.
Sejarah, sastra, filsafat, dan cerita detektif menyatu dalam novel The Name of the Rose dengan tokoh utamanya: William, Adso, Abo, Jorge, Salvatore, dan Ubertino. Setingnya dimulai dari rencana pertemuan utusan Fransiskan dan Paus di biara, yang akan membahas ajaran Fransiskan yang dianggap menyimpang oleh Gereja Katolik pada masa itu. Namun sebelum pertemuan itu berlangsung, terjadi serangkaian konspirasi dan skandal pembunuhan misterius. Dikhawatirkan tragedi ini bisa mengganggu proses pertemuan itu.
Ini bukan kisah detektif biasa yang bisa ditebak berdasarkan fakta yang ada. Fakta dan data petunjuk tak dapat menebak akhir dari mainstream fiksi dalam cerita. Umberto Eco justru mengakhiri fiksi dengan klimaks yang menggemparkan dan juga mencengangkan.
Jika pembaca terbiasa dengan gaya cerita Indiana Jones (ikon petualang era 1980-an), maka akan sedikit kecewa karena “petualangan” Eco adalah “petualangan intelektual”. Senjata yang mematikan adalah argumentasi yang membuat pihak lawan terdiam, malu, dan mengalah. Jika ada “petualangan”, maka ada “hal penting” yang diperebutkan. Dalam cerita ini “hal penting” tersebut bukanlah benda berharga seperti emas, tetapi perebutan kekuasaan perpustakaan. Perpustakaan menjadi tema utama dan biarawan menjadi aktor utama dalam “petualangan” ala Eco. Perpustakaan digambarkan memiliki misteri tersembunyi, penyebab terjadinya pembunuhan yang cerdik.
Membaca novel ini membutuhkan kesabaran dan pikiran yang jernih untuk memahami pesan yang disampaikan. Satu hal yang menarik adalah, bahwa Umberto Eco tidak menyebutkan satu kata pun tentang rose (mawar) dalam novel ini, sebagaimana judulnya The Name of the Rose. Saya kira ini sebuah “misteri intelektual” yang melekat pada Eco. Namun, di akhir cerita (hlm. 583), Eco menulis: “stat rosa pristina, nomine nomina nuda tenemus”, yang artinya kira-kira: bunga mawar telah ada jauh sebelum nama mawar itu ada. Namun kita selalu berpegang pada namanya belaka dan mengesampingkan bunga mawar itu sendiri. (Syafruddin Azhar)

No comments:

Post a Comment